Produksi dan Mekanisme Kerja IPV ( Inactive Polio Vaccine ) dan Dampak Penggunannya Bagi Kesehatan Bayi
Production and Mechanism of IPV (Inactive
Polio Vaccine) and the impact of its consumer for Baby Health
Tika
Putri Agustina
Abstrack
Polio is
an infectious disease caused by the poliovirus, which can attack nerve cells in
the brain and spinal cord us. Symptoms include fever, headache, sore
tenggoroka, and vomiting. Poliovirus is a virus that does not have a sheath or
envelope. The virus is able to deliver their nucleocapsids into the host cell
cytoplasm. Poliovirus containing a single strand of RNA in an icosahedral
capsid. Polio vaccine production is done by weakening poliovirus.Vaksin
antigenic preparations containing substances that can induce an active immunity
and typical in humans. Usually vaccines are used to prevent polio IPV (Inactive
Polio Vaccine). Mechanism of IPV in creating immune kesehatn sometimes DAPT
affects on children.
Key word:
Polio, poliovirus, vaccine, IPV, IPV production, Mechanism of IPV
Abstrak
Polio
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh poliovirus, yang dapat menyerang sel-sel syaraf didalam
otak dan sumsum tulang belakang kita. Gejalanya termasuk demam, sakit kepala,
sakit tenggoroka, dan muntah. Poliovirus adalah virus yang tidak mempunyai
selubung atau amplop. Virus ini mampu memberikan nukleokapsid mereka ke
sitoplasma sel inangnya. Poliovirus berisi untaian tunggal RNA dalam suatu
kapsid icosahedral. Produksi vaksin polio dilakukan dengan melemahkan
poliovirus.Vaksin adalah sediaan yang mengandung zat antigenic yang mampu
menimbulkan kekebalan aktif dan khas pada manusia. Biasanya vaksin yang digunakan
untuk mencegah polio adalah IPV (Inactive Polio Vaccine). Mekanisme Kerja IPV
dalam menciptakan kekebalan tubuh terkadang dapt mempengaruhi kesehatn pada
anak.
Key word : Polio, Poliovirus,
Vaksin, IPV, Produksi IPV, Mekanisme Kerja IPV
Pendahuluan
Polio adalah sebuah kata yang sudah
tidak asing lagi ditelinga kita. Polio biasa kita sebut sebagi suatu penyakit
yang menyebabkan kelainan pada anak-anak seperti kelumpuhan. Poliomietis atau
polio adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabakan oleh virus. Agen
pembawa penyakit ini adalah Poliovirus atau sering disebut dengan PV. Virus ini
masuk ke dalam tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Kemudian memasuki
aliran darah dan mengalir ke sisitem saraf pusat selanjutkan virus tersebut akan
menyebabakan melemahnya otot dan kadang dapat menimbulkan kelumpuhan (paralis)
pada beberapa orang yang terinfeksi poliovirus (Wikipedia).
Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) akan mengumumkan keadaan darurat polio global setelah
terjadi ledakan penyakit tersebut di Eropa, Afrika, dan Asia dalam dua decade
terakhir. Padalah sebelumnya polio hanya menjadi masalah pada Negara berkembang
seperti Afganistan, Pakistan dan Nigeria. WHO yang awal mulanya menyatakan
bahwa kasus polio akan berakhir pada tahun 2000 tidak terbukti, karena banyak
masyarakat yang secara terang-terangan menolak untuk menggunakan vaksin polio.
Penolakan masyarakat untuk menggunakan vaksin polio bukan tanpa alasan. Dalam
sejarah pembuatannya terdapat fase kelam yang merugikan pengguna vaksin
tersebut. Beberapa decade lalau sebelum
vaksin ini benarbenar sempurna, terjadi bberapa kasusu kematian, tumor dan
kanker pada pasien yang mengonsumsi IPV. Hal ini disebabkan karena poliovirus
yang ada didalam IPV belumbenar-benar lumpuh atau jinak sedangkan sebab lainnya
adalah monyet yang digunakan untuk media kultur virus tersebut terinfeksi oleh virus SV40. Karena penolakan
penggunaan IPV tersebut WHO memperkirakan bahwa sekitar 200.000 anak di seluruh
anak di Dunia menjadi cacat dalam satu decade mendatang (Dian,2012)
Di
Indonesia sendiri kasus polio ini cukup tinggi yaitu 111, dengan 45 kasus baru.
Diperkirakan kasus polio akan terus bertambah di Indonesia. Upaya
penanggulangan polio sudah dilakukan diantaranya adalah dengan memberikan IPV
(Inactive Polio Vaccine) atau lebih sering dikenal dengan vaksin polio.
Terdapat
dua jenis vaksin polio yang pertama adalah OPV (Oral Polio Vaccine) yang
ditemukan oleh Dr. Albert Sabin Source pada tahun 1961 sebagai vaksin polio
monivalen. Dan yang kedua adalah IPV
(Inactive Polio Vaccine) yang dikembangkan oleh Dr. Jonas Salk pada
tahun 1955 di Amerika.
Adanya
vaksin polio tersebut ternyata juga belum mampu mengurangi maupun menanggulangi
penyebaran penyakit ini karena banyak masyarakat yang menolak menggunakan vaksin
tersebut. Seperti dampak yang timbul pada anak setelah menggunkan vaksin,
maupun ketakutan karena rumor bahwa IPV dapat meyebbakan kanker dan tumor
bahkan dapat menyebabkan penyakit polio itu sendiri.
Penyakit Folio
Dalam buku yang ditulis oleh Drs.
Lud Waluyo M.Kes. yang berjudul Mikrobiologi Umum, Poliovirus termasuk ke dalam
virus neurotropic, penularannya dapat terjadi dengan berbagai cara, dan replikaisnya
tidak hanya di jaringan syaraf tetapi manifestasi klinik utama terjadi di
jaringan mokokutan. Menurut Neil Z. Miller Polio adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus usus, yang dapat
menyerang sel-sel syaraf didalam otak dan sumsum tulang belakang kita.
Gejalanya termasuk demam, sakit kepala, sakit tenggoroka, dan muntah. Beberapa
korban mengalami komplikasi neurologis, termasuk kekauan leher, lemah otot,
nyeri sendi, kelumpuhan anggota badan maupun kelumpuhan otot pernapasan.
Poliovirus menular melalui kontak
antar manusia. Polio dapat menyebar secara luas tanpa diketahui karena penyakit
ini tidak menimbulkna gejala. virus ini masuk ke dalam mulut ketika seseorang
makan atau minum
yang telah terkontaminasi virus polio.
yang telah terkontaminasi virus polio.
Gambar 1.
Anak yang terserang poliovirus (http://www.momentumnation.com/)
Seperti yang telah kita ketahui
bahwa penyakit polio disebabkan oleh poliovirus. Poliovirus adalah virus yang
tidak mempunyai selubung atau amplop. Virus ini mampu memberikan nukleokapsid
mereka ke sitoplasma sel inangnya dengan menggabungkan membran virus dengan
membran sel Inang pada permukaan sel atau di dalam vesikula endocytic. Poliovirus
berisi untaian tunggal RNA dalam suatu kapsid icosahedral terdiri dari 60
eksemplar dan masing masing terdiri dari empat protein mantel VP1,VP2, VP3 dan
VP4.
Infeksi
virus polio dimulai dengan mengikat reseptor tertentu, yaitu PVR (Polio Virus
Receptor) atau CD155. Ketika poliovirus mengikat reseptor pada suhu fisiologis,
maka poliovirus akan mengalami perubahan konfromasi irreversible dan
menghasilkan partikel 135S. Pada tahap akhir infeksi, virus akan mengalami
perubahan konformasi kedua yang ireversibel sehingga akan mengakibatkan
pelepasan RNA virus (Bubeck, 2005).
pelepasan RNA virus (Bubeck, 2005).
Gambar 1.
Poliovirus (http://www.imaging.beckman.illinois.edu)
Ada tiga jenis penyakit polio yang
sudah diketahui smapai saat ini, yang pertama adalah Polio non-paralis. Penyakit
Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif.
Biasanya akan terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek
jika disentuh. Yang kedua adalah Polio paralisis spinal, strain poliovirus ini biasanya menyerang syaraf tulang belakang, menghancurkan sel
tanduk anterior yang mengatur pergerkan pada batang tubuh dan otot tungkai. Kebanyakan
polio paralis spinal menyebabkan kelumpuhan pada kaki. Yang ketiga adalah polio
bulbar , polio ini lebih disebabkan karena tidak adanya kekebalan alami
sehingga batang otak ikut terserang. Lima hingga sepuluh persen penderita yang terserang
polio bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja.
Sejarah dan Produksi IPV (Inactive Polio
Virus)
Vaksin adalah sediaan yang mengandung
zat antigenic yang mampu menimbulkan kekebalan aktif dan khas pada manusia.
Biasanya vaksin yang digunakan untuk mencegah polio adalah IPV (Inactive Polio
Vaccine). IPV ini dikembangkan oleh Dr. Jonas Salk pada tahun 1955 di Amerika,
vaksin ini juga terbuat dari 3 jenis serotipe virus polio yang telah dimatikan
dengan bahan kimia. Bahan kimia tersebut berupa formaldehid mampu membunuh atau
menonaktifkan virus sehingga akan memicu respon imun pada tubuh tanpa
menyebabakan
penyakit polio (MZ. Miller,2004).
penyakit polio (MZ. Miller,2004).
Gambar 2.
Dr Jonas Salk (http://www.jewoftheweek.net)
Karena
IPV adalah jenis vaksin polio yang telah dimatikan, maka tidak ada kemungkinan
setelah orang mendapat vaksinasi dengan IPV ini menjadi sakit polio, seperti
kasus VAPP yang terjadi karena mengonsumsi vaksin OPV sebelumnya.
Untuk membuat vaksin polio
diperlukan poliovirus dalam jumlah yang banyak pula. Perdebatan sengit terjadi
mengenai jenis sel apa yang akan digunakan untuk media tumbuh virus ini.
Beberapa menganjurkan pemuliaan dalam telur ayam yang sudah dibuahi dan yang
lainnya di tubuh monyet. Salk dan Sabin memutuskan untuk menggunakan monyet
karena monyet dapat memeberikan virus dalam jumlah yang besar sesuai dengan
ukuran organ-organ yang dimilki monyet.
Salk dan
sabin sudah mengetahui bahwa menggunakn monyet sebagai media pembiakan virus
sangat berbahaya. Mereka berdua memilih rhesus monyet yang berada di kuil-kuil
India Utara. Mereka menggunakan ginjal monyet dan testisnya. Karena dengan
menggunkan kedua organ tersebut maka virus akan mudah untuk diekstrak.
Dari
perhitungan mereka satu ginjal monyet dapat membuat 6000 dosiis vaksin cukup
untuk 2000 anak pada 3 dosis masing-masing. Sehingga diperlukan 47.710 monyet
untuk As dan 8000 untuk Inggris. Monyet tersebut diterbangkan dari London ke
AS. Rata-rata dari setengah monyet meninggal dalam rute perjalanan dan sebagian
lainnya ditolak karena terinfeksi penyakit lain. Sekitar 2 juta monyet liar
sampai di As dalam kondisi sehat untuk pembuatan vaksin polio dan pengujiannya.
Dr.
Johanes Salk memilih untuk menggunakan formaldehid, karena mampu
"Membunuh" atau menonaktifkan virus sehingga akan memicu anti-respon
tubuh tanpa menyebabkan penyakit. Tahun itu awal mulainya percobaan pada subyek
manusia. Pada tahun 1953, temuan ini diterbitkan dalam Journal of American
Medical Association. Dan pada bulan April tahun 1954 bangsa imunisasi polio
pertama cam- panye, diarahkan pada anak-anak sekolah, diluncurkan . Namun, tak
lama kemudian ratusan orang terjangkit polio dari Salk Vaksin, banyak yang
mati. Rupanya, dia "dibunuh-virus" Vaksin tidak benar-benar tidak
aktif ( NZ Miller)
Pada tahun 1960, ditemukan bahwa
monyet rhesus yang sel-sel ginjalnya digunakna dalam pmebiakan virus polio
terinfeksi dengan SV40 Virus ( Simian Virus -40 ) merupak virus alami yang menyerang monyet.
Dan dalam penelitian virus tersebut dapat meyebbekan kanker pada tikus.
Baru-baru ini, virus itu ditemukan dalam bentuk-bentuk tertentu dari kanker
pada manusia, misalnya otak dan tumor tulang , pleura dan peritoneal
mesothelioma, dan beberapa jenis limfoma non-Hodgkin .
Gambar 2. Virus SV40 (http://www.stanford.edu)
Pada
tahun 1998 , National Cancer Institute melakukan sebuah studi besar, mengenai
vaksin polio yang mengandung virus SV40. Dari 700000 orang yang telah menerima
vaksin polio yang telah terkontaminasi tidak mengalami kanker.
IPV yang
beredar saat ini sudah dinyataakan aman untuk digunakan. Pada tahun 2002,
sebuah pentavalent (5-komponen) kombinasi vaksin (disebut Pediarix) mengandung
IPV telah disetujui untuk digunakan di Amerika Serikat. Vaksin ini juga
mengandung gabungan difteri , tetanus , dan acellular pertussis vaksin ( DTaP )
dan dosis pediatrik dari hepatitis B vaksin. Di Inggris, IPV dikombinasikan
dengan tetanus, pertusis dipteri, dan Haemophilus influenzae tipe b vaksin. Ketika
formulasi saat IPV digunakan, 90% atau lebih dari individu mengembangkan
antibodi pelindung untuk semua tiga serotipe dari virus polio setelah dua dosis
vaksin polio tidak aktif (IPV), dan setidaknya 99% tubuh akan kebal terhadap
virus polio setelah tiga dosis. Lamanya kekebalan disebabkan oleh IPV tidak
diketahui dengan pasti, meskipun IPV diperkirakan untuk memberikan perlindungan
selama bertahun-tahun ( Wikipedia).
Di
Amerika Serikat, vaksin polio saat ini adalah suspensi steril dari tiga jenis
poliovirus. "Virus yang tumbuh dari media sel ginjal monyet ditambah
dengan serum betis baru lahir. Vaksin ini juga mengandung dua antibiotik
(neomisin dan Streptococcus- Mycin), di samping formalin sebagai pengawet.
Di
Kanada, vaksin polio tidak aktif diproduksi didalam "sel diploid manusia"
bukan ginjal monyet. Beberapa penelitian percaya ini adalah alternatif yang
lebih aman. Menurut Barbara Loe Fisher, presiden dari Pusat Informasi Vaksin
Nasional di Vienna, Virginia, "Dengan bukti bahwa silang-spesies transfer
virus dapat terjadi, Amerika Serikat seharusnya tidak lagi menjadi menggunakan
jaringan hewan untuk memproduksi vaksin [91]. "Namun, Dr Ar-Levine dari
National Institutes of Health percaya bahwa memebuat vaksin polio dengan
menggunakan sel manusia tidak bebas risiko baik karena mereka harus diuji untuk
infeksi manusia.
Secara ringkas langkah-langkah pembuatan IPv dapat dilakukan sebagai berikut
Langkah
1. Gunakan kultur karingan untk tumbuhnya virus baru (http://www.pbs.org/wgbh/nova/bioterror/vacc_polio.html)
Langkah
pertama, yaitu menonaktifkan kemampuan replikasi poliovirus (kemampuannya untuk
memasuki sel dan berkembang biak) sekaligus untuk menjaga bentuk utuh dan
karakteristik lain dari poliovirus yang akan menghasilkan respon imun terhadap
pathogen yang sebenarnya. Ketika tubuh terinfeksi poliovirus yang tidak aktif,
sistem kekebalan tubuh akan membentuk pertahanan yang akan menyerang poliovirus
yang mungkin akan menginfeksi tubuh.Untuk menghasilkan IPV, terlebih dahulu harus
membuat banyak
salinan dari poliovirus, poliovirus dapat ditumbuhkan dalam media kultur
jaringan.
langakah 2. Gunakan pembersih untuk mengisolasi virus polio.( http://www.pbs.org/wgbh/nova/bioterror/vacc_polio.html)
Poliovirus
menggunakan sel-sel dalam kultur jaringan untuk mereplikasi dirinya sendiri.
Virus yang telah bereplikasi dalam jumlah yang
bnayak ini harus dipisahkan dari kultur jaringan.
bnayak ini harus dipisahkan dari kultur jaringan.
Langkah
3. Gunakan formaldehid untuk membunuh virus (http://www.pbs.org/wgbh/nova/bioterror/vacc_polio.html)
Ada
beberapa cara untuk menonaktifkan virus atau bakteri untuk digunakan dalam
vaksin. Salah satu cara adalah mengekspos patogen dengan panas. Seperti bakteri
yang menyebabkan tifoid dilemahkan dengan panas yaitu menggunakan radiasi.
Untuk
vaksin polio yang dikembangkan oleh Jonas Salk pada tahun 1954, adalah dengan
menggunakan formalin. Untuk melemahkan poliovirus salk menggunkan formaldehid.
Langkah
4. Isi jarum suntik dengan virus polio yang telah dibunuh (http://www.pbs.org/wgbh/nova/bioterror/vacc_polio.html)
Virus
mati yang berada di vaksin polio tidak akan menghasilkan respon kekebalan penuh
saat disuntikkan dalam tubuh. Hal ini berlaku untuk semua vaksin yang tidak
hidup. Untuk alasan ini, vaksin ini biasanya membutuhkan suntikan booster.
Ada dua
vaksin polio banyak digunakan saat ini. Salah satunya adalah IPV, yang lainnya
adalah vaksin hidup yang dilemahkan pertama kali dikembangkan oleh Albert
Sabin.Selain polio dan tifus, vaksin dibunuh digunakan untuk mencegah
influenza, tifus, dan rabies(PBS,2013)
Mekanisme Kerja IPV
Cara pemberian vaksin IPV (Inactive Polio
Virus) yaitu dengan menyuntikkan kedalam otot/intra muskular. Vaksin ini tidak
akan menyebabkan mutasi genetic maupun replikais virus di dalam tubuh karena
virus polio telah dilemahkan. Vaksin polio IPV ini dapat diberikan pada anak
dan orang dengan kondisi sistim pertahanan tubuh yang terganggu misalnya sedang
mendapatkan pengobatan khemotherapi, kortikosteroid, menderita HIV AIDS atau
sakit berat lainnya
Selama vaksinasi, vaksin yang
mengandung virus yang telah mati atau dilemahkan disuntikkan ke dalam tubuh.
Vaksin kemudian merangsang sistem kekebalan tubuh untuk memproduksi antibodi
untuk melawan organisme tersebut. Hasil kekebalan yang disebabkan oleh vaksin
didapat setelah menerima vaksin. Vaksin memicu kemampuan sistem kekebalan
berjuang melawan infeksi dengan tanpa kontak langsung dengan kuman yang
menghasilkan penyakit. Vaksin berisi kuman yang telah dimatikan atau dilemahkan
atau derivatifnya. Kalau diberikan kepada orang sehat, vaksin memicu respon
kekebalan tubuh. Vaksin memaksa tubuh berpikir bahwa sedang diserang oleh
organisme spesifik, dan sistem kekebalan bekerja untuk memusnahkan penyerbu dan
mencegahnya menginfeksi lagi.
Jika
suatu saat poliovirus asli tersebut kembali menyerang tubuh, antibodi dari
sistem kekebalan yang mirip diperoleh
dari infeksi alami akan menyerang dan akan menghentikan infeksi.
Beberapa
dosis vaksin mungkin diperlukan untuk memebentuk kekebalan yang penuh. Beberapa
orang gagal mendapatkan kekebalan penuh saat dosis pertama vaksin tetapi menunjukkan
hasil pada dosis lanjutan. Sebagai tambahan, kekebalan yang didapatkan dari
beberapa vaksin, seperti tetanus dan pertussis, tidak untuk seumur hidup.
Karena respon kekebalan mungkin berkurang dengan berjalannya waktu, mungkin
perlu dosis vaksin tambahan untuk memulihkan atau menambah kekebalan Vaksin
polio inactivated (inactived poliomyelitis vaccine = IPV)
Pemberian
dengan dosis 0,5 ml dengan suntikan subkutan dengan 3 kali berturut-turut
dengan jarak 2 bulan antara masing-masing dosis akan memeberikan imunitas
jangka panjang terhadap 3 macam tipe virus polio
Imunitas mucosal yang ditimbulkan oleh IPV
lebih rendah dibandingkan dengan yang ditimbulkan oleh OPV Imunisasi polio
diberikan untuk kekebalan aktif terhadap poliomielitis yaitu suatu penyakit
radang yang menyerang saraf dan dapat menyebabkan lumpuh pada kedua kaki.
Walaupun dapat sembuh, penderita akan pincang seumur hidup karena virus ini
membuat otot-otot lumpuh dan tetap kecil.
Penerima IPV
Tidak
hanay anak-anak tapi orang dewasapun perlu
mengonsumsi IPV. Pada Anak-anak diberikan 4 dosis IPV Dosis pada 2
bulan, Dosis pada 4 bulan, Dosis pada 6-18 bulan dan sebuah penguat dosis pada
4-6 tahun. Kebanyakan orang dewasa berumur 18 dan lebih tua tidak perlu menggunakan
vaksin polio karena mereka telah divaksinasi ketika masih anak-anak.
Tetapi ada
beberapa orang dewasa berada pada risiko yang lebih tinggi untuk terserang
polio dan harus memepertimbangakn untuk mendapatkan suntikan Vaksin dengan
kriteria sebagai berikut : Orang-orang yang bepergian ke wilayah di dunia di
mana polio adalah umum, laboratorium pekerja yang mungkin menangani polio
virus, dan petugas kesehatan mengobati pasien yang bisa polio. Orang Dewasa adalm
kelompok yang belum pernah divaksinasi terhadap polio harus mendapatkan 3 dosis
IPV: Dua dosis dipisahkan oleh 1 sampai 2 bulan, dan Sebuah dosis ketiga 6 sampai
12 bulan setelah kedua. Orang dewasa yang telah diberi 1 atau 2 dosis vaksin
polio di masa lalu harus mendapatkan 1 atau 2 dosis tersisa. Tidak peduli
berapa lama sejak dosis awal diberikan.
Orang dewasa yang memiliki 3 atau lebih dosis vaksin polio di masa lalu mungkin
mendapatkan dosis booster IPV.
Dokter
dapat memberikan informasi lebih lanjut. Beberapa orang tidak harus mendapatkan
4 IPV atau harus menunggu. Orang-orang yang tidak harus mendapatkan IPV: Siapapun
dengan alergi yang mengancam nyawa untuk setiap komponen IPV, termasuk
antibiotik neomisin, streptomisin atau polimiksin B, tidak harus mendapatkan
vaksin polio. Siapapun yang memiliki reaksi alergi parah terhadap vaksin polio tidak
harus mendapatkan vaksinasi lagi. Orang-orang yang harus menunggu: Siapapun yang sedang atau
sakit parah di waktu vaksinasi dijadwalkan biasanya harus menunggu sampai
mereka sembuh sebelum mendapatkan vaksin polio. Orang dengan penyakit ringan,
seperti dingin, dapat divaksinasi.
Dampak penggunaan IPV Terahadap Kesehatan
Bayi dan Anak
Pada
umumnya reaksi terhadap vaksin dapat berupa reaksi simpang (adverse events),
atau kejadian lain yang bukan terjadi akibat efek langsung vaksin. Sebagian
anak kecil setelah imunisasi dapat mengalami gejala pusing diare ringan dan nyeri
otot (Adro,2012)
Dalam
situs resmi posyandu Indonesia dikatan bahwa Efek samping yang mungkin terjadi
setelah pemberian vaksin polio adalah dapat berupa kejang-kejang, tetapi
kemungkinan tersebut sangat kecil untuk terjadi. Bahkan dalam beberapa
litelatur dsebutkan bahwa pemberian vaksin polio tidak memberikan efek samping
atau jarang sekali trjadi efek samping pada anak. Di dalam vaksin polio OPV dan
IPV mengandung sejumlah kecil antibiotik (neomisin, polimisin, streptomisin)
namun hal ini tidak merupakan kontra indikasi kecuali pada anak yang mempunyai
bakat hipersensitif yang berlebihan.
Tampaknya
dengan era globalisasi dimana mobilitas penduduk dunia antar negara yang sangat
tinggi dan cepat mengakibatkan kesulitan dalam mengendalikan penyebaran virus
ini. Selain pencegahan dengan imunisasi polio, harus disertai dengan
peningkatan sanitasi lingkungan dan higiena sanitasi perorangan untuk
mengurangi penyebaran virus yang kembali
mengkawatirkan ini.
mengkawatirkan ini.
Allah
berfirman:
“dan apabila aku sakit, Dialah yang
menyembuhkan Aku,” (Q.S.
Asy-Syu’araa [26] :80)
Ayat ini sering
terpasang di dinding rumah sakit Islam dan menjadi ayat favorit di fakultas
kedokteran Islam. Sebuah ayat yang membesarkan hati pasien dengan harapan
disembuhkan oleh Allah. Az-Zamakhsary dalam Tafsir Al-Kasyaaf mengatakan bahwa
sakit itu akibat ulah manusia sendiri yang bersumber dari makanan dan minuman
yang dikonsumsi dan kemudian Allah lah yang menyembuhkan.
Al-Qurthuby dalam
Jami’ul Ahkam mengungkap sebuah makna lain, yaitu bahwa sakit itu datang dari
setan sedangkan sembuh datang dari Allah. Al-Alusy dalam Ruhul Ma’any
berpendapat bahwa hakikatnya sakit juga takdir dari Allah. Tapi demi adab
kesopanan, hal buruk tidaklah pantas disandangkan kepada Allah SWT. Untuk itu
adanya IPVini adalah salah satu usaha manusia untuk menyembuhkan penyakit polio
dan merupakan jalan yang ditunjukkan Allah dalam meyembuhkan penyakit tersebut.
Daftar Pustaka
Al-Quranul Karim dan Terjemahannya.2005. Bandung: Diponegoro.
Adro.2012.
Inactivated
Polio Vaccine (IPV) Induction Program in Yogyakarta.(online), http://selukbelukvaksin.com,
diakses 06 Desember 2012.
Aninimose.2012.Imunisasi
Polio(online),
http://posyandu.org/imunisasi-polio.html,
diakses 06 Desember 2012.
Anonimose.2011.Bagaimana
kerja vaksin (online), ndonesiaindonesia.com, diakses 06 Desember 2013.
Aninimouse.2012.Vaksin
dan Bagaiman Mereka Bekerja (online), www2.cdc.gov/nip/isd/immtoolkit/content/products/NPIGuide.pdf,
diakses 06 Desember 2013.
Aziza.2011.Cara
Kerja dan Efek Samping dari Vaksinasi (online), http://percikcahaya.blogspot.com/,
diakses 06 Desember 2013.
Akhmam,Wilhendra.2005.WHO: Penderita Polio di Indonesia 111 orang, 45 Kasus Baru.
(online), http://news.detik.com,
diakses 06 Desember 2013.
PBS.2013.Making
Polio (online),( http://www.pbs.org/wgbh/nova/bioterror/vacc_polio.html),diakses
9 januari 2013.
Waluyo,Lud.2007.Mikrobiologi
Umum.Malang:UMM Press.
Miller,Neil Z. The vaksin polio: penilaian kritis sejarah misterius
nya, keberhasilan,dan kesehatan jangka panjang yang berhubungan dengan
konsekuens. (online), https://www.google.com/calendar?tab=Tc, Santa Fe, NM 87504 USA:239-251.
Widojudarwanto.2012.Dampak KIPI Imunisasi Polio Oral dan IPV.(online), http://childrengrowup.wordpress.com,
diakses 06 Desember 2013.
Wikipedia.2012.Poliomielitis.(online), http://id.wikipedia.org/wiki/Pembicaraan:Poliomielitis,
dikases 06 Desember.
sek
Tidak ada komentar:
Posting Komentar