Sabtu, 12 Januari 2013

Produksi dan Mekanisme Kerja IPV ( Inactive Polio Vaccine ) dan Dampak Penggun annya Bagi Kesehatan Bayi


Produksi dan Mekanisme Kerja IPV ( Inactive Polio Vaccine )  dan Dampak Penggunannya Bagi Kesehatan Bayi
Production and Mechanism of IPV (Inactive Polio Vaccine) and the impact of its consumer for Baby Health
Tika Putri Agustina

Abstrack
Polio is an infectious disease caused by the poliovirus, which can attack nerve cells in the brain and spinal cord us. Symptoms include fever, headache, sore tenggoroka, and vomiting. Poliovirus is a virus that does not have a sheath or envelope. The virus is able to deliver their nucleocapsids into the host cell cytoplasm. Poliovirus containing a single strand of RNA in an icosahedral capsid. Polio vaccine production is done by weakening poliovirus.Vaksin antigenic preparations containing substances that can induce an active immunity and typical in humans. Usually vaccines are used to prevent polio IPV (Inactive Polio Vaccine). Mechanism of IPV in creating immune kesehatn sometimes DAPT affects on children.
Key word: Polio, poliovirus, vaccine, IPV, IPV production, Mechanism of IPV
Abstrak
Polio adalah penyakit menular yang disebabkan oleh poliovirus,  yang dapat menyerang sel-sel syaraf didalam otak dan sumsum tulang belakang kita. Gejalanya termasuk demam, sakit kepala, sakit tenggoroka, dan muntah. Poliovirus adalah virus yang tidak mempunyai selubung atau amplop. Virus ini mampu memberikan nukleokapsid mereka ke sitoplasma sel inangnya. Poliovirus berisi untaian tunggal RNA dalam suatu kapsid icosahedral. Produksi vaksin polio dilakukan dengan melemahkan poliovirus.Vaksin adalah sediaan yang mengandung zat antigenic yang mampu menimbulkan kekebalan aktif dan khas pada manusia. Biasanya vaksin yang digunakan untuk mencegah polio adalah IPV (Inactive Polio Vaccine). Mekanisme Kerja IPV dalam menciptakan kekebalan tubuh terkadang dapt mempengaruhi kesehatn pada anak.
Key word : Polio, Poliovirus, Vaksin, IPV, Produksi IPV, Mekanisme Kerja IPV


Pendahuluan
            Polio adalah sebuah kata yang sudah tidak asing lagi ditelinga kita. Polio biasa kita sebut sebagi suatu penyakit yang menyebabkan kelainan pada anak-anak seperti kelumpuhan. Poliomietis atau polio adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabakan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini adalah Poliovirus atau sering disebut dengan PV. Virus ini masuk ke dalam tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Kemudian memasuki aliran darah dan mengalir ke sisitem saraf pusat selanjutkan virus tersebut akan menyebabakan melemahnya otot dan kadang dapat menimbulkan kelumpuhan (paralis) pada beberapa orang yang terinfeksi poliovirus (Wikipedia).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akan mengumumkan keadaan darurat polio global setelah terjadi ledakan penyakit tersebut di Eropa, Afrika, dan Asia dalam dua decade terakhir. Padalah sebelumnya polio hanya menjadi masalah pada Negara berkembang seperti Afganistan, Pakistan dan Nigeria. WHO yang awal mulanya menyatakan bahwa kasus polio akan berakhir pada tahun 2000 tidak terbukti, karena banyak masyarakat yang secara terang-terangan menolak untuk menggunakan vaksin polio. Penolakan masyarakat untuk menggunakan vaksin polio bukan tanpa alasan. Dalam sejarah pembuatannya terdapat fase kelam yang merugikan pengguna vaksin tersebut.  Beberapa decade lalau sebelum vaksin ini benarbenar sempurna, terjadi bberapa kasusu kematian, tumor dan kanker pada pasien yang mengonsumsi IPV. Hal ini disebabkan karena poliovirus yang ada didalam IPV belumbenar-benar lumpuh atau jinak sedangkan sebab lainnya adalah monyet yang digunakan untuk media kultur virus tersebut  terinfeksi oleh virus SV40. Karena penolakan penggunaan IPV tersebut WHO memperkirakan bahwa sekitar 200.000 anak di seluruh anak di Dunia menjadi cacat dalam satu decade mendatang (Dian,2012)
Di Indonesia sendiri kasus polio ini cukup tinggi yaitu 111, dengan 45 kasus baru. Diperkirakan kasus polio akan terus bertambah di Indonesia. Upaya penanggulangan polio sudah dilakukan diantaranya adalah dengan memberikan IPV (Inactive Polio Vaccine) atau lebih sering dikenal dengan vaksin polio.
Terdapat dua jenis vaksin polio yang pertama adalah OPV (Oral Polio Vaccine) yang ditemukan oleh Dr. Albert Sabin Source pada tahun 1961 sebagai vaksin polio monivalen. Dan yang kedua adalah IPV  (Inactive Polio Vaccine) yang dikembangkan oleh Dr. Jonas Salk pada tahun 1955 di Amerika.
Adanya vaksin polio tersebut ternyata juga belum mampu mengurangi maupun menanggulangi penyebaran penyakit ini karena banyak masyarakat yang menolak menggunakan vaksin tersebut. Seperti dampak yang timbul pada anak setelah menggunkan vaksin, maupun ketakutan karena rumor bahwa IPV dapat meyebbakan kanker dan tumor bahkan dapat menyebabkan penyakit polio itu sendiri.

Penyakit Folio
            Dalam buku yang ditulis oleh Drs. Lud Waluyo M.Kes. yang berjudul Mikrobiologi Umum, Poliovirus termasuk ke dalam virus neurotropic, penularannya dapat terjadi dengan berbagai cara, dan replikaisnya tidak hanya di jaringan syaraf tetapi manifestasi klinik utama terjadi di jaringan mokokutan. Menurut Neil Z. Miller Polio adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus usus,  yang dapat menyerang sel-sel syaraf didalam otak dan sumsum tulang belakang kita. Gejalanya termasuk demam, sakit kepala, sakit tenggoroka, dan muntah. Beberapa korban mengalami komplikasi neurologis, termasuk kekauan leher, lemah otot, nyeri sendi, kelumpuhan anggota badan maupun kelumpuhan otot pernapasan.
            Poliovirus menular melalui kontak antar manusia. Polio dapat menyebar secara luas tanpa diketahui karena penyakit ini tidak menimbulkna gejala. virus ini masuk ke dalam mulut ketika seseorang makan atau minum
yang telah terkontaminasi virus polio.

Gambar 1. Anak yang terserang poliovirus (http://www.momentumnation.com/)
            Seperti yang telah kita ketahui bahwa penyakit polio disebabkan oleh poliovirus. Poliovirus adalah virus yang tidak mempunyai selubung atau amplop. Virus ini mampu memberikan nukleokapsid mereka ke sitoplasma sel inangnya dengan menggabungkan membran virus dengan membran sel Inang pada permukaan sel atau di dalam vesikula endocytic. Poliovirus berisi untaian tunggal RNA dalam suatu kapsid icosahedral terdiri dari 60 eksemplar dan masing masing terdiri dari empat protein mantel VP1,VP2, VP3 dan VP4.
Infeksi virus polio dimulai dengan mengikat reseptor tertentu, yaitu PVR (Polio Virus Receptor) atau CD155. Ketika poliovirus mengikat reseptor pada suhu fisiologis, maka poliovirus akan mengalami perubahan konfromasi irreversible dan menghasilkan partikel 135S. Pada tahap akhir infeksi, virus akan mengalami perubahan konformasi kedua yang ireversibel sehingga akan mengakibatkan
pelepasan RNA virus (Bubeck, 2005).


Gambar 1. Poliovirus (http://www.imaging.beckman.illinois.edu)
            Ada tiga jenis penyakit polio yang sudah diketahui smapai saat ini, yang pertama adalah Polio non-paralis. Penyakit Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif. Biasanya akan terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh. Yang kedua adalah Polio paralisis spinal, strain poliovirus ini   biasanya menyerang  syaraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengatur pergerkan pada batang tubuh dan otot tungkai. Kebanyakan polio paralis spinal menyebabkan kelumpuhan pada kaki. Yang ketiga adalah polio bulbar , polio ini lebih disebabkan karena tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang. Lima hingga sepuluh persen penderita yang terserang polio bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja.

Sejarah dan Produksi IPV (Inactive Polio Virus)
            Vaksin adalah sediaan yang mengandung zat antigenic yang mampu menimbulkan kekebalan aktif dan khas pada manusia. Biasanya vaksin yang digunakan untuk mencegah polio adalah IPV (Inactive Polio Vaccine). IPV ini dikembangkan oleh Dr. Jonas Salk pada tahun 1955 di Amerika, vaksin ini juga terbuat dari 3 jenis serotipe virus polio yang telah dimatikan dengan bahan kimia. Bahan kimia tersebut berupa formaldehid mampu membunuh atau menonaktifkan virus sehingga akan memicu respon imun pada tubuh tanpa menyebabakan
penyakit polio (MZ. Miller,2004).


Gambar 2. Dr Jonas Salk (http://www.jewoftheweek.net)

Karena IPV adalah jenis vaksin polio yang telah dimatikan, maka tidak ada kemungkinan setelah orang mendapat vaksinasi dengan IPV ini menjadi sakit polio, seperti kasus VAPP yang terjadi karena mengonsumsi vaksin OPV sebelumnya.
            Untuk membuat vaksin polio diperlukan poliovirus dalam jumlah yang banyak pula. Perdebatan sengit terjadi mengenai jenis sel apa yang akan digunakan untuk media tumbuh virus ini. Beberapa menganjurkan pemuliaan dalam telur ayam yang sudah dibuahi dan yang lainnya di tubuh monyet. Salk dan Sabin memutuskan untuk menggunakan monyet karena monyet dapat memeberikan virus dalam jumlah yang besar sesuai dengan ukuran organ-organ yang dimilki monyet.
Salk dan sabin sudah mengetahui bahwa menggunakn monyet sebagai media pembiakan virus sangat berbahaya. Mereka berdua memilih rhesus monyet yang berada di kuil-kuil India Utara. Mereka menggunakan ginjal monyet dan testisnya. Karena dengan menggunkan kedua organ tersebut maka virus akan mudah untuk diekstrak.
Dari perhitungan mereka satu ginjal monyet dapat membuat 6000 dosiis vaksin cukup untuk 2000 anak pada 3 dosis masing-masing. Sehingga diperlukan 47.710 monyet untuk As dan 8000 untuk Inggris. Monyet tersebut diterbangkan dari London ke AS. Rata-rata dari setengah monyet meninggal dalam rute perjalanan dan sebagian lainnya ditolak karena terinfeksi penyakit lain. Sekitar 2 juta monyet liar sampai di As dalam kondisi sehat untuk pembuatan vaksin polio dan pengujiannya.
Dr. Johanes Salk memilih untuk menggunakan formaldehid, karena mampu "Membunuh" atau menonaktifkan virus sehingga akan memicu anti-respon tubuh tanpa menyebabkan penyakit. Tahun itu awal mulainya percobaan pada subyek manusia. Pada tahun 1953, temuan ini diterbitkan dalam Journal of American Medical Association. Dan pada bulan April tahun 1954 bangsa imunisasi polio pertama cam- panye, diarahkan pada anak-anak sekolah, diluncurkan . Namun, tak lama kemudian ratusan orang terjangkit polio dari Salk Vaksin, banyak yang mati. Rupanya, dia "dibunuh-virus" Vaksin tidak benar-benar tidak aktif ( NZ Miller)
            Pada tahun 1960, ditemukan bahwa monyet rhesus yang sel-sel ginjalnya digunakna dalam pmebiakan virus polio terinfeksi dengan SV40 Virus ( Simian Virus -40 )  merupak virus alami yang menyerang monyet. Dan dalam penelitian virus tersebut dapat meyebbekan kanker pada tikus. Baru-baru ini, virus itu ditemukan dalam bentuk-bentuk tertentu dari kanker pada manusia, misalnya otak dan tumor tulang , pleura dan peritoneal mesothelioma, dan beberapa jenis limfoma non-Hodgkin .

Gambar 2. Virus SV40 (http://www.stanford.edu)
Pada tahun 1998 , National Cancer Institute melakukan sebuah studi besar, mengenai vaksin polio yang mengandung virus SV40. Dari 700000 orang yang telah menerima vaksin polio yang telah terkontaminasi tidak mengalami kanker.
IPV yang beredar saat ini sudah dinyataakan aman untuk digunakan. Pada tahun 2002, sebuah pentavalent (5-komponen) kombinasi vaksin (disebut Pediarix) mengandung IPV telah disetujui untuk digunakan di Amerika Serikat. Vaksin ini juga mengandung gabungan difteri , tetanus , dan acellular pertussis vaksin ( DTaP ) dan dosis pediatrik dari hepatitis B vaksin. Di Inggris, IPV dikombinasikan dengan tetanus, pertusis dipteri, dan Haemophilus influenzae tipe b vaksin. Ketika formulasi saat IPV digunakan, 90% atau lebih dari individu mengembangkan antibodi pelindung untuk semua tiga serotipe dari virus polio setelah dua dosis vaksin polio tidak aktif (IPV), dan setidaknya 99% tubuh akan kebal terhadap virus polio setelah tiga dosis. Lamanya kekebalan disebabkan oleh IPV tidak diketahui dengan pasti, meskipun IPV diperkirakan untuk memberikan perlindungan selama bertahun-tahun ( Wikipedia).
Di Amerika Serikat, vaksin polio saat ini adalah suspensi steril dari tiga jenis poliovirus. "Virus yang tumbuh dari media sel ginjal monyet ditambah dengan serum betis baru lahir. Vaksin ini juga mengandung dua antibiotik (neomisin dan Streptococcus- Mycin), di samping formalin sebagai pengawet.
Di Kanada, vaksin polio tidak aktif diproduksi didalam "sel diploid manusia" bukan ginjal monyet. Beberapa penelitian percaya ini adalah alternatif yang lebih aman. Menurut Barbara Loe Fisher, presiden dari Pusat Informasi Vaksin Nasional di Vienna, Virginia, "Dengan bukti bahwa silang-spesies transfer virus dapat terjadi, Amerika Serikat seharusnya tidak lagi menjadi menggunakan jaringan hewan untuk memproduksi vaksin [91]. "Namun, Dr Ar-Levine dari National Institutes of Health percaya bahwa memebuat vaksin polio dengan menggunakan sel manusia tidak bebas risiko baik karena mereka harus diuji untuk infeksi manusia.



Secara ringkas langkah-langkah pembuatan IPv dapat dilakukan sebagai berikut
Langkah 




1. Gunakan kultur karingan untk tumbuhnya virus baru (http://www.pbs.org/wgbh/nova/bioterror/vacc_polio.html)
Langkah pertama, yaitu menonaktifkan kemampuan replikasi poliovirus (kemampuannya untuk memasuki sel dan berkembang biak) sekaligus untuk menjaga bentuk utuh dan karakteristik lain dari poliovirus yang akan menghasilkan respon imun terhadap pathogen yang sebenarnya. Ketika tubuh terinfeksi poliovirus yang tidak aktif, sistem kekebalan tubuh akan membentuk pertahanan yang akan menyerang poliovirus yang mungkin akan menginfeksi tubuh.Untuk menghasilkan IPV, terlebih dahulu harus membuat banyak salinan dari poliovirus, poliovirus dapat ditumbuhkan dalam media kultur jaringan.





langakah 2. Gunakan pembersih untuk mengisolasi virus polio.( http://www.pbs.org/wgbh/nova/bioterror/vacc_polio.html)
                        Poliovirus menggunakan sel-sel dalam kultur jaringan untuk mereplikasi dirinya sendiri. Virus yang telah bereplikasi dalam jumlah yang
bnayak ini harus dipisahkan dari kultur jaringan.





Langkah 3. Gunakan formaldehid untuk membunuh virus (http://www.pbs.org/wgbh/nova/bioterror/vacc_polio.html)
Ada beberapa cara untuk menonaktifkan virus atau bakteri untuk digunakan dalam vaksin. Salah satu cara adalah mengekspos patogen dengan panas. Seperti bakteri yang menyebabkan tifoid dilemahkan dengan panas yaitu menggunakan radiasi.
Untuk vaksin polio yang dikembangkan oleh Jonas Salk pada tahun 1954, adalah dengan menggunakan formalin. Untuk melemahkan poliovirus salk menggunkan formaldehid.




Langkah 4. Isi jarum suntik dengan virus polio yang telah dibunuh (http://www.pbs.org/wgbh/nova/bioterror/vacc_polio.html)
Virus mati yang berada di vaksin polio tidak akan menghasilkan respon kekebalan penuh saat disuntikkan dalam tubuh. Hal ini berlaku untuk semua vaksin yang tidak hidup. Untuk alasan ini, vaksin ini biasanya membutuhkan suntikan booster.

Ada dua vaksin polio banyak digunakan saat ini. Salah satunya adalah IPV, yang lainnya adalah vaksin hidup yang dilemahkan pertama kali dikembangkan oleh Albert Sabin.Selain polio dan tifus, vaksin dibunuh digunakan untuk mencegah influenza, tifus, dan rabies(PBS,2013)


Mekanisme Kerja IPV
             Cara pemberian vaksin IPV (Inactive Polio Virus) yaitu dengan menyuntikkan kedalam otot/intra muskular. Vaksin ini tidak akan menyebabkan mutasi genetic maupun replikais virus di dalam tubuh karena virus polio telah dilemahkan. Vaksin polio IPV ini dapat diberikan pada anak dan orang dengan kondisi sistim pertahanan tubuh yang terganggu misalnya sedang mendapatkan pengobatan khemotherapi, kortikosteroid, menderita HIV AIDS atau sakit berat lainnya
            Selama vaksinasi, vaksin yang mengandung virus yang telah mati atau dilemahkan disuntikkan ke dalam tubuh. Vaksin kemudian merangsang sistem kekebalan tubuh untuk memproduksi antibodi untuk melawan organisme tersebut. Hasil kekebalan yang disebabkan oleh vaksin didapat setelah menerima vaksin. Vaksin memicu kemampuan sistem kekebalan berjuang melawan infeksi dengan tanpa kontak langsung dengan kuman yang menghasilkan penyakit. Vaksin berisi kuman yang telah dimatikan atau dilemahkan atau derivatifnya. Kalau diberikan kepada orang sehat, vaksin memicu respon kekebalan tubuh. Vaksin memaksa tubuh berpikir bahwa sedang diserang oleh organisme spesifik, dan sistem kekebalan bekerja untuk memusnahkan penyerbu dan mencegahnya menginfeksi lagi.
Jika suatu saat poliovirus asli tersebut kembali menyerang tubuh, antibodi dari sistem kekebalan  yang mirip diperoleh dari infeksi alami akan menyerang dan akan menghentikan infeksi.
Beberapa dosis vaksin mungkin diperlukan untuk memebentuk kekebalan yang penuh. Beberapa orang gagal mendapatkan kekebalan penuh saat dosis pertama vaksin tetapi menunjukkan hasil pada dosis lanjutan. Sebagai tambahan, kekebalan yang didapatkan dari beberapa vaksin, seperti tetanus dan pertussis, tidak untuk seumur hidup. Karena respon kekebalan mungkin berkurang dengan berjalannya waktu, mungkin perlu dosis vaksin tambahan untuk memulihkan atau menambah kekebalan Vaksin polio inactivated (inactived poliomyelitis vaccine = IPV)
Pemberian dengan dosis 0,5 ml dengan suntikan subkutan dengan 3 kali berturut-turut dengan jarak 2 bulan antara masing-masing dosis akan memeberikan imunitas jangka panjang terhadap 3 macam tipe virus polio
 Imunitas mucosal yang ditimbulkan oleh IPV lebih rendah dibandingkan dengan yang ditimbulkan oleh OPV Imunisasi polio diberikan untuk kekebalan aktif terhadap poliomielitis yaitu suatu penyakit radang yang menyerang saraf dan dapat menyebabkan lumpuh pada kedua kaki. Walaupun dapat sembuh, penderita akan pincang seumur hidup karena virus ini membuat otot-otot lumpuh dan tetap kecil.
Penerima IPV
Tidak hanay anak-anak tapi orang dewasapun perlu  mengonsumsi IPV. Pada Anak-anak diberikan 4 dosis IPV Dosis pada 2 bulan, Dosis pada 4 bulan, Dosis pada 6-18 bulan dan sebuah penguat dosis pada 4-6 tahun. Kebanyakan orang dewasa berumur 18 dan lebih tua tidak perlu menggunakan vaksin polio karena mereka telah divaksinasi ketika masih anak-anak.
Tetapi ada beberapa orang dewasa berada pada risiko yang lebih tinggi untuk terserang polio dan harus memepertimbangakn untuk mendapatkan suntikan Vaksin dengan kriteria sebagai berikut : Orang-orang yang bepergian ke wilayah di dunia di mana polio adalah umum, laboratorium pekerja yang mungkin menangani polio virus, dan petugas kesehatan mengobati pasien yang bisa polio. Orang Dewasa adalm kelompok yang belum pernah divaksinasi terhadap polio harus mendapatkan 3 dosis IPV: Dua dosis dipisahkan oleh 1 sampai 2 bulan, dan Sebuah dosis ketiga 6 sampai 12 bulan setelah kedua. Orang dewasa yang telah diberi 1 atau 2 dosis vaksin polio di masa lalu harus mendapatkan 1 atau 2 dosis tersisa. Tidak peduli berapa lama  sejak dosis awal diberikan. Orang dewasa yang memiliki 3 atau lebih dosis vaksin polio di masa lalu mungkin mendapatkan dosis booster IPV.
Dokter dapat memberikan informasi lebih lanjut. Beberapa orang tidak harus mendapatkan 4 IPV atau harus menunggu. Orang-orang yang tidak harus mendapatkan IPV: Siapapun dengan alergi yang mengancam nyawa untuk setiap komponen IPV, termasuk antibiotik neomisin, streptomisin atau polimiksin B, tidak harus mendapatkan vaksin polio. Siapapun yang memiliki reaksi alergi parah terhadap vaksin polio tidak harus mendapatkan vaksinasi lagi. Orang-orang yang  harus menunggu: Siapapun yang sedang atau sakit parah di waktu vaksinasi dijadwalkan biasanya harus menunggu sampai mereka sembuh sebelum mendapatkan vaksin polio. Orang dengan penyakit ringan, seperti dingin, dapat divaksinasi.

Dampak penggunaan IPV Terahadap Kesehatan Bayi dan Anak
Pada umumnya reaksi terhadap vaksin dapat berupa reaksi simpang (adverse events), atau kejadian lain yang bukan terjadi akibat efek langsung vaksin. Sebagian anak kecil setelah imunisasi dapat mengalami gejala pusing diare ringan dan nyeri otot (Adro,2012)
Dalam situs resmi posyandu Indonesia dikatan bahwa Efek samping yang mungkin terjadi setelah pemberian vaksin polio adalah dapat berupa kejang-kejang, tetapi kemungkinan tersebut sangat kecil untuk terjadi. Bahkan dalam beberapa litelatur dsebutkan bahwa pemberian vaksin polio tidak memberikan efek samping atau jarang sekali trjadi efek samping pada anak. Di dalam vaksin polio OPV dan IPV mengandung sejumlah kecil antibiotik (neomisin, polimisin, streptomisin) namun hal ini tidak merupakan kontra indikasi kecuali pada anak yang mempunyai bakat hipersensitif yang berlebihan.
Tampaknya dengan era globalisasi dimana mobilitas penduduk dunia antar negara yang sangat tinggi dan cepat mengakibatkan kesulitan dalam mengendalikan penyebaran virus ini. Selain pencegahan dengan imunisasi polio, harus disertai dengan peningkatan sanitasi lingkungan dan higiena sanitasi perorangan untuk mengurangi penyebaran virus yang kembali
mengkawatirkan ini.
Allah berfirman:
 “dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan Aku,” (Q.S. Asy-Syu’araa [26] :80)
Ayat ini sering terpasang di dinding rumah sakit Islam dan menjadi ayat favorit di fakultas kedokteran Islam. Sebuah ayat yang membesarkan hati pasien dengan harapan disembuhkan oleh Allah. Az-Zamakhsary dalam Tafsir Al-Kasyaaf mengatakan bahwa sakit itu akibat ulah manusia sendiri yang bersumber dari makanan dan minuman yang dikonsumsi dan kemudian Allah lah yang menyembuhkan.
Al-Qurthuby dalam Jami’ul Ahkam mengungkap sebuah makna lain, yaitu bahwa sakit itu datang dari setan sedangkan sembuh datang dari Allah. Al-Alusy dalam Ruhul Ma’any berpendapat bahwa hakikatnya sakit juga takdir dari Allah. Tapi demi adab kesopanan, hal buruk tidaklah pantas disandangkan kepada Allah SWT. Untuk itu adanya IPVini adalah salah satu usaha manusia untuk menyembuhkan penyakit polio dan merupakan jalan yang ditunjukkan Allah dalam meyembuhkan penyakit tersebut.
           
Daftar Pustaka
Al-Quranul Karim dan Terjemahannya.2005. Bandung: Diponegoro.
Adro.2012. Inactivated Polio Vaccine (IPV) Induction Program in Yogyakarta.(online), http://selukbelukvaksin.com, diakses 06 Desember 2012.
Aninimose.2012.Imunisasi Polio(online), http://posyandu.org/imunisasi-polio.html, diakses 06 Desember 2012.
Anonimose.2011.Bagaimana kerja vaksin (online), ndonesiaindonesia.com, diakses 06 Desember 2013.
Aninimouse.2012.Vaksin dan Bagaiman Mereka Bekerja (online), www2.cdc.gov/nip/isd/immtoolkit/content/products/NPIGuide.pdf, diakses 06 Desember 2013.
Aziza.2011.Cara Kerja dan Efek Samping dari Vaksinasi (online), http://percikcahaya.blogspot.com/, diakses 06 Desember 2013.
Akhmam,Wilhendra.2005.WHO: Penderita Polio di Indonesia 111 orang, 45 Kasus Baru. (online), http://news.detik.com, diakses 06 Desember 2013.
Kurniawan,Leo.2012.Vaksin Poliomyelelitis.(online), http://wisata.kompasiana.com/, diakses 06 2013.
PBS.2013.Making Polio (online),( http://www.pbs.org/wgbh/nova/bioterror/vacc_polio.html),diakses 9 januari 2013.
Waluyo,Lud.2007.Mikrobiologi Umum.Malang:UMM Press.
Miller,Neil Z. The vaksin polio: penilaian kritis sejarah misterius nya, keberhasilan,dan kesehatan jangka panjang yang berhubungan dengan konsekuens. (online), https://www.google.com/calendar?tab=Tc,  Santa Fe, NM 87504 USA:239-251.
Widojudarwanto.2012.Dampak KIPI Imunisasi Polio Oral dan IPV.(online), http://childrengrowup.wordpress.com, diakses 06 Desember 2013.
Wikipedia.2012.Poliomielitis.(online), http://id.wikipedia.org/wiki/Pembicaraan:Poliomielitis, dikases 06 Desember.
sek

Tidak ada komentar:

Posting Komentar