Pendidikan di Indonesia Mampu Berdiri Sendiri
Dalam
alenia ke empat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dicantumkan tujuan-tujuan
bangsa Indonesia diantaranya adalah “ Mencerdaskan kehidupan bangsa “. Untuk
mencerdaskan anak-anak dan generasi penerus Negeri sudah dapat kita tebak salah
satu sarana untuk mewujudkan tujuan ini adalah melaui pendidikan. Pendidikan
adalah sebuah proses sistematis yang dilakukan oleh sebuah bangsa untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa yang bersangkutan. Bagi indonesia sebagai sebuah
Bangsa yang pernah terjajah selama tiga ratus lima puluh tahun, pendidikan
harus pula dipandang sebagai proses sistematis untuk membebaskan diri dari
bangsa lain.
Pendidikan
berfungsi sebagai proses transformasi budaya, dimana pendidikan digunakan
sebagi sarana untuk mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi. Karena
sebuah Bangsa dikatakan ada apabila dia memiliki kebudayaan yang khas dan masih
mengakar di masyarakatnya. Diera globlalisasi ini bukan hanya IPTEK saja yang
beredar malampaui batas negara, tapi kebudayaan juga mengekor dibelakangnya.
Dapat kita lihat generasi penerus bangsa kita telah terkontaminasi dengan
budaya barat dan cenderung menganggap kuno budaya nya sendiri. Karna itu
pendidikan diperlukan untuk menjadi filter segala pengaruh dari luar sehingga
bisa mempertahankan kebudayaan yang telah ada di Indonesia. Pendidikan juga sebagi
proses penyiapan warga negara. Tentu yang diharapkan adalah warga negara yang
baik, namun perlu di ingat kata “baik” itu sendiri relative. Yang dimaksud baik
adalah seorang warga negara yang selaku pribadi yang tahu akan hak dan kewajibanya
sebagai warga negara, sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar
1945 pasal 27 “ Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintah dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tak ada
kecualinya”. Selain kedua hal diatas pendidikan juga digunakan sebagai sarana penyiapan
tenaga kerja.
Dari
kaca mata ini kita tentu dapat mengatakan bahwa pendidikan di Indonesia pantas
menyandang predikat pendidikan yang gagal. Karna dari hasil survei pada tahun
2011 kualitas pendidikan di indonesia menempati urutan ke 12 dari 12
negara di Asia Tenggara. dan mendapat
gelar sebagai follower teknolgi dari 53 negara di dunia. Sungguh sebuah
prestasi yang sangat mencoreng nama baik bangsa kita.
Bukanya
kebudayaan nasional yang diwariskan namun kebudayaan mencopet dikalangan
pejabatlah yang semakin mengakar kuat pada generasi bangsa ini. Bukanya warga
negara yang baik yang dibentuk oleh pendidikan justru warga negara yang acuh
terhadap kehidupan bangsanya. Dan bukan pula tenaga kerja yang profesional yang
dicetak melainkan ribuan TKI yang siap mati ditangan juragan-juragan luar
negri. Pendidikan yang gagal akan berakibat sangat fatal bagi sebuah negara.
Dimana di era caos ini IPTEK dan uanglah yang
berbicara. Jika pada sektor ekonomi kita sudah kalah bersaing maka dalam
pendidikan kita harus bisa bangkit dan berdiri tegak.
Dari
uraian di atas dapat kita ketahui betapa pendidikan itu penting bagi sebuah
bangsa. Pendidikan harus dimiliki dan dikuasai oleh bangsa itu sendiri karena
pendidikan yang akan menentukan pada tingkatan yang mana Indonesia di masa yang
akan datang. Namun sepertinya sebuah langkah yang salah telah diambil oleh para
wakil kita. Sebuah perubahan baru pada wajah pendidikan di negeri kita pasca
penandatanganan General Agreement on Trade in Service (GATS) pada Mei 2005 yang
mengatur liberalisai perdangangan 12 sektor jasa, antara lain adalah layanan
kesehatan, teknologi informasi dam komunikasai, jasa akutansi, pendidikan
tinggi dan pendidikan selama hayat, serta jasa-jasa lainya. Dan perjanjian itu telah dikukuhkan dengan
Perpres nomor 77 tahun 2007 yang menyiratakan bahwa pendidikan menjadi bidang
usaha terbuka yang dialihkan dari tanggung jawab negara menjadi usaha bersama
antara insvestor lokal maupaun asing dan masyarakat.
Dengan
adanya liberalisasi dalam pendidikan maka para investor berpeluang besar untuk
menguasai satu-satunya aspek yang dapat mengubah nasib bangsa ini. Apalagi
perbedaan pandangan antara Indonesia dengan WTO yang sangat jauh berbeda.
Indonesia mewajibkan pendidikan sebagai hak dan kewajuban bangsa Indonesia,
sedangkan WTO memandang pendidikan tinggi sebagi salah satu industri sector
tersier, karana kegiatan pokoknya adalah mentransformasi orang yang tidak
berpengetahuan dan orang yang tidak punya ketrampilan menjadi orang yang
berpengetahuan dan orang yang punya ketrampilan. WTO digunakan oleh negara
negara maju untuk mengambil anak-anak orang kaya yang tergila-gila untuk
bersekolah di luar negri. Sehingga pendapatan di negara mereka akan bertambah.
Dalam
hal ini negara-negara majulah yang akan di untungkan. Tiga negara yang paling
mendapaatkan keuntungan besar dari liberalisasi jasa pendidikan adalah Amerika
Serikat, Inggris dan Australia (Enders dan Fulton, Eds., 2002, hh 104-105).
Pada 2000 ekspor jasa pendidikan Amerika mencapai US $ 14 milyar atau Rp. 126
trilyun. Di Inggeris sumbangan pendapatan dari ekspor jasa pendidikan mencapai
sekitar 4 persen dari peneimaan sector jasa negara tersebut.
Menurut
Millea (1998), sebuah publikasi rahasia berjudul Intelligent Exports
mengungkapkan bahwa pada 1994 sector jasa telah menyumbangkan 70 persen pada
PDB Australia, menyerap 80 persen tenaga kerja dan merupakan 20 persen dari
ekpor total negara Kangguru tersebut, Sebuah survey yang diadakan pada 1993
menunjukkan bahwa industri jasa yang paling menonjol orientasi ekpornya adalah jasa
komputasi, pendidikan dan pelatihan. Ekpor jasa pendidikan dan pelatihan
tersebut telah menghasilkan AUS $ 1,2 milyar pada 1993. Fakta tersebut dapat
menjelaskan mengapa tiga negara maju tersebut amat getol menuntut liberalisasi
sector jasa pendidikan melalui WTO.
Dengan
adanya liberalisasi tersebut lima perguruan tinggi negri berubah menjadi BHMN . Perubahan status badan hukum
ini membuat perguruan tinggi di atas mencari sumber pendananaan yang lain di luar
subsidi pemerintah. Liberalisasi pendidikan ini hanyalah bentuk lepas tangan
pemerintah terhadap bidang pendidikan. Karna dengan adanya liberalisasi dalam
pendidikan akan mengurangkan bahkan meniadakan subsidi pemerintah terhadap
pendidikan di Indonesia. Karna segala pendanaaan dibebankan kepada mahasiswa.
Sungguh kenyataan yang mencengangkan melihat
kondisi pandapatan warga indonesia.
Adanya
liberalisasi dalam pendidikan hanya akan membuka rekahan jarak yang baru bagi
si kaya dan si miskin di Indonesia. Karena
dengan sistem tersebut hanya orang-orang yang kaya saja yang dapat
menyekolahkan anakanya di perguruan tingggi yang ternamana dan berkualitas. Seakan
akan liberalisasi pendidikan ini berkata bahwa perguruan tinggi ternama dan
berkualitas haram untuk orang miskin. Padahal dalam UU hak kita adalah sama, sama-sama
memperoleh hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Dari hal ini terbukti
sudah bahwa liberalisasi menyebabkan kesempatan anak dari keluarga miskin makin
sempit peluangnya untuk kuliah, bahkan liberalisasi ini pada akhirnya akan
membuat anak-anak yang memiliki semangat untuk kuliah menjadi padam. Dan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar